Thursday, 1 November 2012
Hapsoro, Guru "Pemulung" dari Sungai Ciliwung
03 Desember 2011
Hapsoro, gambar diambil dari sini
Sebagai aktivis lingkungan, Hapsoro
banyak mengadvokasi persoalan pembalakan liar di Pulau Kalimantan. Ia
masuk-keluar hutan dan berkampanye demi penyelamatan hutan. Namun,
ketika melepas semua itu dan hanya memaknai diri sebagai orang Bogor,
Hapsoro memilih menjadi "pemulung" di Sungai Ciliwung.
Bukan sembarang "pemulung", sejak
2009 Hapsoro bersama rekan-rekannya menggulirkan Komunitas Peduli
Ciliwung Bogor. Rutin sekali dalam sepekan mereka memulung sampah di
tepian Sungai Ciliwung. Mereka punya 11 titik favorit yang terbanyak
sampahnya di sepenggal Sungai Ciliwung di Kota Bogor, mulai Katulampa
hingga Cilebut.
Pesertanya masyarakat awam, dari
karyawan kantor, guru, hingga pelajar. Mereka menyebarkan informasi
titik memulung melalui pesan singkat berantai yang dimulai oleh Hapsoro.
Maklum komunitas ini tida mengikat keanggotaan, siapa saja boleh datang
dan pergi.
Kegiatan itu murni swadaya Hapsoro
dan rekan-rekan tanpa dukungan lembaga tertentu. Hapsoro yang kerap
"berjuang" untuk pelestarian lingkungan di luar Bogor merasa perlu
berbuat sesuatu bagi Bogor, tempat tinggalnya. Persoalan lingkungan yang
menonjol di Bogor adalah Sungai Ciliwung yang kerap dijadikan "tempat
sampah". "Sekali memulung, sampah yang terkumpul bisa sampai satu mobil
bak terbuka. Awalnya kami urunan menyewa mobil Rp100.000, tetapi
belakangan Pemerintah Kota Bogor membantu menyediakan mobil sampah.
Mungkin mereka malu", tuturnya.
Setiap Sabtu
Acara
memulung bersama itu dilaksanakan setiap Sabtu. Bergantian dengan dua
kegiatan lain, yakni menyusuri tepi Ciliwung dan memulung benih pohon
beringin serta pekan berikutnya menanam benih yang dikumpulkan dari
hutan sekitar Kecamatan Dramaga di tepian Sungai Ciliwung.
Harapannya, pohon beringin yang
berakar kuat itu bisa membantu menyerap air hujan agar tidak erosi,
sekaligus memperkuat daerah sempadan sungai agar tak mudah longsor.
Selama dua tahun terakhir sudah ratusan pohon mereka tanam di bantaran
Ciliwung.
Sekali dalam setahun mereka
menggelar lomba memulung per kelurahan di sepanjang bantaran Sungai
Ciliwung dan tahun ini akan menginjak tahun ketiga. Masyarakat berlomba
berupaya menjadi yang terbanyak mengumpulkan sampah rumah tangga di
Sungai Ciliwung. Juara pertama loba mendapat hadiah Rp5 juta. Uang
"pembinaan" bagi pemenang merupakan sisa hasil penjualan sampah plastik
dari kegiatan memulung rutin setiap pekan dan donasi perorangan.
Hampir tiga tahun memulung, tentu
ada suka dan duka yang dirasakan Hapsoro dan teman-teman. Hal tersering
yang mereka alami adalah kaki luka kena pecahan kaca atau paku saat
memburu sampah di Ciliwung. Yang membuat mereka sampai mengelus dada,
ketika sedang memungut sampah, tiba-tiba orang yang tinggal di bantaran
sungai tanpa melihat kegiatan itu dengan entengnya membuang sampah ke
sungai. Tak jarang sampah tersebut bahkan mengenai kepala mereka. Duh...
Minus kepedulian
Jumlah
peserta atau sukarelawan yang terlibat dalam kegiatan memulung itu tak
tentu. Pernah hanya bisa dihitung dengan jari, kadang belasan, pernah
pula sampai 80 orang. Dia mengaku sengaja mengajak mereka memulung
sampah agar menjadi lebih peduli terhadap Ciliwung.
Ciliwung kerap menjadi persoalan
saat banjir melanda Jakarta. Daerah hulu Bogor akan dipersalahkan oleh
orang-orang di hilir, seperti Jakarta. Kerusakan Ciliwung sudah
terbilang parah, dengan sampah di mana-mana, airnya keruh,, terutama di
daerah tengah dan hilir sungai.
Masyarakat membuang sampah karena
masih merasa Ciliwung sebagai tempat sampah yang efisien. Orang tinggal
melemparnya, lalu sampah hanyut, untuk kemudian menumpuk atau tersangkut
di daerah lain. Padahal masyarakat juga memerlukan Ciliwung. Mereka
memanfaatkan air dari Sungai Ciliwung untuk kebutuhan sehari-hari. Pada
masa lalu, Ciliwung dekat dengan kehidupan masyarakat di sekitarnya.
Leonard Blussem sejarahwan Belanda, dalam buku Persekutuan Aneh
mencatat, Batavia (Jakarta) pernah dikenal sebagai kota yang indah dan
bersih pada 100 tahun pertama usianya. Namun sejarahwan mencatat pula,
akibat erupsi Gunung Salak, sanitasi kota sama sekali tidak baik karena
aliran Sungai Ciliwung tersumbat dan air tercemar. Kini, bukan erupsi
Gunung Salak yang menyumbat dan mengotori Sungai Ciliwung, melainkan
orang-orang yang tinggal di sekitar sungai itu.
"Kegiatan memulung ini juga untuk
kembali mengingatkan mereka agar peduli terhadap Ciliwung,. Kami
sebetulnya lebih berharap muncul kesadaran masyarakat", katanya. Adakah
hasilnya? Bagi Hapsoro, apa yang dia dan rekan-rekannya lakukan hanya
setitik upaya untuk menjaga Ciliwung. Dimulai dari membangkitkan
kepedulian masyarakat terhadap Ciliwung.
Setidaknya, menurut Hapsoro, kini
orang-orang mulai memiliki rasa malu untuk membuang sampah sembarangan
di sungai ketika mereka "bekerja" mengurangi sampah. Untuk mendorong
agar kegiatan ini menjadi gerakan moral warga, seperti harapan Hapsoro,
masih jauh dari kenyataan. Namun, bukankah untuk memulai sebuah
perjalanan perlu satu langkah kecil? Bagi Hapsoro dan teman-teman,
langah kecil itu dimaknai dengan memulung sampah di Sungai Cilwung...
oleh: FX PUNIMAN. Wartawam, tinggal di Bogor.
Artikel diambil dari: KOMPAS.
Labels:berita
Subscribe to:
Post Comments
(Atom)
Bagaimana pendapat anda tentang blog ini?
My School
SMA N 2 JOMBANG
Go Green Indonesia !
NADYA'S GENIUS
Translate
LABEL
- Go Green (6)
- Bahasa Indonesia (4)
- Pendidikan Agama Islam (4)
- ekonomi (4)
- Cinta dari sisi agama (2)
- Info Perguruan Tinggi (2)
- Metode pengolahan sampah (2)
- Motivasi (2)
- Paskibra (2)
- Seni Budaya (2)
- berita (2)
- matematika (2)
- Hari Sumpah Pemuda (1)
- Lirik (1)
- News (1)
- PKN (1)
- bahasa German (1)
- fisika (1)
- geografi (1)
- kimia (1)
- sosiologi (1)
ARSIP BLOG
-
▼
2012
(34)
-
▼
November
(27)
- Takut Gagal? No Way…
- Reduce the amount of waste you create
- No title
- Tips
- Creating a Green Nursery
- Pengertian Logika Matematika
- Materi Pendidikan Agama Islam Tentang Ridha dan Am...
- Jalan Presiden KH. Abdurahman Wahid Dilengkapi Pra...
- Disambut Jamuan Mewah Ratu Inggris, SBY: Saya Sang...
- Hapsoro, Guru "Pemulung" dari Sungai Ciliwung
- dialog drama bahasa German
- I Want to Recite Qur’an to My Mom: A moving story
- Dari Allah tentang Cinta
- Trik Kesuksesan Perguruan tinggi negeri (PTN)
- Wabup Widjono Soeparno Membuka Latihan Capaskab Jo...
- Paskibraka Kabupaten Jombang 2012 Dikukuhkan
- Isi Sumpah Pemuda
- Isi Sumpah Pemuda
- Sumpah Pemuda versi orisinal[3]: Pertama Kami po...
- Cara Mengolah Sampah Organik Menjadi Kompos
- Cara Mengolah Sampah Organik Menjadi Kompos Pengo...
- Cara Mengolah Sampah Plastik Menjadi Kerajinan Tangan
- Limbah Domestik Penyumbang Terbesar Kritisnya Sung...
- Membakar sampah, baik kah?
- (Jangan) Gunakan Teknologi Untuk Selamatkan Bumi
- Mari Selamatkan Bumi Kita Dari Global Warming
-
▼
November
(27)
0 comments:
Post a Comment